azuresekai

27 April 2017

Manga Review: Assassination Classroom, Volume 13 by Yusei Matsui


Assassination Classroom #13
Pengarang: Yusei Matsui
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tebal buku: 192 halaman
Terbit buku: 23 November 2016
Rating: 5 of 5 stars
Membunuh atau membiarkan hidup tergantung pada dunia di sekelilingnya, dan manusia itu sendiri.
Pak Karasuma menghadapi si pembunuh 'Dewa Kematian' sendirian karena para murid kelas E dan Pak Koro dijadikan sandera di dalam sel ketat anti Koro. Dewa Kematian sangat mahir menciptakan jebakan-jebakan mematikan dalam waktu singkat. Pak Karasuma harus melewati jebakan itu dengan membawa dua pistol. Muka Pak Karasuma terlihat sangat menyeramkan saat melewati jebakan satu per satu. Di lorong ia berhadapan dengan Dewa Manusia dan Bu Bitch yang berkhianat setelah memperdayai Bu Bitch dengan cerita-cerita masa lalu yang 'sama'.

Namun, siapa sangka Dewa Kematian tega meledakkan seluruh langit-langit ruangan dan reruntuhannya mengenai Bu Bitch. Dewa Kematian mengakui ia hanya memanfaatkan Bu Bitch untuk menjalankan aksinya itu. Setelah mengatakan itu, Dewa Kematian itu pergi untuk menyiapkan rencana selanjutnya. Pak Karasuma ingin mengejarnya tanpa peduli dengan keadaan Bu Bitch yang tertimpa reruntuhan. Namun pikirannya berubah setelah mendengar perkataan Kurahashi yang memintanya memaafkan sikap Bu Irina seperti dia memaafkan para muridnya.


Di tempat lain, Dewa Kematian akan membuka pintu aliran air yang menuju ke penjara tempat anak-anak kelas E dan Pak Koro. Ia mengecek keadaan para tahanannya melalui tablet miliknya. Dan di sana tidak ada siapapun; tahanannya kabur! Bagaimana bisa hal itu terjadi?
Maafkan aku. Aku kurang dalam hal perasaan.
Setelah kejadian Dewa Kematian itu, murid-murid kelas E kembali fokus belajar. Karena sudah kelas 3 SMP, mereka harus mulai merencanakan masa depan. Mau masuk SMA mana? Mau jadi apa? Semua itu harus dipikirkan matang-matang dan dibantu dengan konsultasi guru.
Anak ini masih belum tahu apa-apa. Jadi wajar kalau orang tua yang sudah punya pengalaman gagal, membuatkan jalan untuknya.
Pertarungan antara Pak Karasuma dan Dewa Kematian sangat menegangkan. Kemampuan hebat yang dimiliki Dewa Kematian membuatku berpikir Dewa Kematian tidak akan mudah dikalahkan. Apalagi kemampuannya membuat berbagai macam jebakan yang membahayakan Pak Karasuma. Aku nggak menyangka Dewa Kematian merusak mukanya hingga tinggal bentuk tengkorak. Biar kelihatan garang kali ya? Kemudian aku suka kombinasi Pak Koro dan Pak Karasuma yang berusaha menyelamatkan murid-muridnya meskipun mereka ini musuhan. Satu lagi hal yang tidak lepas dari pengamatanku adalah... scene romantis antara Pak Karasuma dan Bu Irina yang bikin deg-degan cengar-cengir sendiri. Two thumbs up buat Bu Irina yang berani mengakui tubuhnga Pak Karasuma sangat hawt dan sempurna XD. Chapter selanjutnya mengenai masa depan, aku tidak habis berpikir kehidupan Nagisa seberat itu. Ia harus memenuhi ekspektasi ibunya yang telah mengalami kegagalan. Ia tidak boleh mengulangi kegagalan itu. Padahal kalau dilihat Nagisa tampak baik-baik saja. Dari kisah Nagisa ini bisa diambil pelajarannya bahwa orang tua tidak seharusnya memaksakan kehendak terhadap anaknya. Setiap orang tua tentu ingin anaknya sukses hingga sudah menyiapkan jalan yanh dianggap benar akan mengarahkan anaknya pada kesuksesan. Namun, anaklah yang berhak memilih jalan mana yang akan ditempuh. Karena tidak semua hal yang dikatakan orang tua adalah benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar